Malam itu aku cemas. Akankah aku menerimanya? Aku bukanlah seseorang
yang mudah menerima orang baru tinggal di rumah kami. Pagi tiba. Sebuah sepeda
roda tiga terletak begitu saja di ruang tamu. Aku tahu, anak itu sudah datang. Aku
mendekati kamar yang ada di sebelah ruang tamu. Anak itu sedang digendong kakak
iparku.
"Kapan sampainya?," tanyaku. "Baru saja,"kakak iparku menjawab singkat sambil merapikan barang - barang bawaannya. Aku mendekati anak kecil di gendongannya. "Hai. Siapa namanya?,"suaraku berubah ramah sambil menggenggam tangannya. Anak itu membenamkan wajahnya ke bahu kakak iparku sambil tersenyum malu.
Namanya Nobertus Randy. Usianya 3 tahun. Dia keponakan kakak iparku. Ibunya baru meninggal satu pekan sebelumnya karena penyakit Lupus. Ayahnya meninggal dua hari setelahnya. Ya, anak itu yatim piatu. Abang dan kakak iparku memutuskan untuk mengadopsinya. Hari itu, dia resmi menjadi keponakanku yang ke delapan.
Randy terbilang sangat aktif. Aku menghindari menyebut kata nakal, walaupun kadang-kadang ada saja perilakunya yang membuat naik darah. Hobinya ngoprek sampah, bikin karyawan di rumah kami marah-marah, dan sengaja mengusili kakak-kakaknya. Hal yang kita larang, itulah yang dia kerjakan. "Jangan main sampah!" teriak salah satu karyawan di rumah kami. Dia dengan senyum usilnya sengaja menumpahkan semua sampah dalam trash bag dan bermain-main dengannya. Kantong kresek jadi layang-layang lah, botol minum jadi roket, atau kertas jadi pesawat. Ketimbang nakal, aku mendeskripsikan Randy sebagai anak yang imajinatif, berpendirian teguh, menyukai tantangan, dan usil tapi sangat lembut hatinya. Ketika sesuatu membuatnya frustasi, atau saat dimarahi, tangisannya benar-benar terdengar memilukan. Dia akan sesenggukan sambil menutup wajahnya. Bahkan kadang hal yang terlihat sepele, bisa membuatnya menangis begitu sedih.
Masya Allah, dalam proses belajar itu ada banyak insight yang aku dapatkan. Banyak yang belum aku ketahui tentang pengasuhan (padahal sudah belajar lebih dari 7 tahun). Betapa banyak kesalahan pengasuhan yang aku lakukan selama ini, sampai keponakan-keponakanku sudah besar. Aku mulai membenahi diri dan mengatur emosi. Sadar bahwa meskipun aku bukan ibu mereka, aku punya peran dalam masa kecil keponakanku.
Hadirnya Randy, juga menyadarkanku betapa hebatnya sosok Mamak. Aku merasa berdosa karena sempat menyalahkan pola asuh beliau dulu. Kini aku sadar, pola pengasuhan Mamak adalah yang terbaik di masanya. Beliau tidak pernah mencubit dan memukul kami, bicara dengan nada netral dan mengkomunikasikan semua larangan dengan baik kepada kami. Mamak tidak pernah memaksa kami belajar. Masa kecil adalah masa bermain menurutnya. Beliau selalu sabar, bahkan ketika menghadapi ulah kami. Kini aku memahami semua sikap beliau dari caranya memperlakukan Randy. Beliau selalu menemani Randy bermain, meredakan tantrumnya, bahkan selalu ada ketika Randi menangis atau merasa diabaikan.
Benarlah menyantuni anak yatim piatu itu istimewa. Hadirnya Randy tidak hanya mengajarkanku makna sabar, namun membukakan mataku akan luasnya kasih sayang seorang ibu. Randy memang bukan anak kandungku, tapi dia telah menempati posisi istimewa di hatiku. Kini usianya sudah empat tahun. Semoga hari-hari ke depan, kami diberikan kekuatan untuk mendidik dan mengasihinya selalu, hingga ia tumbuh menjadi insan yang shalih dan berguna bagi sesama. Aamin.
ditulis untuk tantangan Mamah Gajah Bercerita minggu ke-1 bulan Juli 2021 #TantanganMaGaTa